Bocornya Dokumen Mengungkap Peran Soros pada Jaringan Utama Selama Kerusuhan di Indonesia 2025

Gentra Jabar, JAKARTA — Dokumen internal terbaru yang diperoleh The Sunday Guardian mengungkapkan bahwa Open Society Foundations (OSF) menyalurkan dana ke sejumlah organisasi masyarakat sipil di Indonesia, termasuk melalui Yayasan Kurawal, selama periode protes besar pada Agustus–September 2025. Protes ini meletus akibat kemarahan publik terhadap kebijakan tunjangan anggota DPR yang besar di tengah kenaikan biaya hidup, dan berlangsung di berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan.

Tinjauan dokumen yang mencakup proposal hibah, kontrak pendanaan darurat, dan perjanjian internal menunjukkan bahwa Program Network Grants OSF menyalurkan dukungan finansial jangka panjang untuk LSM dan aktivis yang terlibat dalam penguatan demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan sosial. Yayasan Kurawal, sebagai lembaga perantara, menerima hibah senilai lebih dari USD 1,6 juta, termasuk USD 300.000 yang dialokasikan untuk Papua. Dana ini digunakan untuk memperkuat gerakan masyarakat sipil, proyek pendidikan hukum, serta kampanye digital yang menargetkan generasi muda.

Salah satu proyek Kurawal, “Expedition to Discover New Voices,” mendokumentasikan aktivitas masyarakat sipil dan menyebarluaskan narasi kritis terhadap kebijakan pemerintah melalui media digital. Proyek ini memanfaatkan video, foto, dan publikasi buku serta film komunitas untuk membuka ruang diskusi publik. Mitra proyek mencakup organisasi mahasiswa, serikat buruh, media independen, serta jaringan Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Selain itu, Kurawal mengoperasikan Dana Cepat Tanggap Darurat (DCTD) untuk mendukung aktivis yang menghadapi kriminalisasi, termasuk biaya hukum, transportasi, dan tempat tinggal sementara. Kontrak internal menunjukkan bahwa dukungan ini bertepatan dengan periode kerusuhan, namun tidak ada dokumen yang menunjukkan perencanaan atau pengarahan kerusuhan oleh OSF atau Kurawal.

Di Papua, dana hibah juga diarahkan untuk proyek yang menentang proyek “Food Estate” Prabowo Subianto, dengan fokus pada pembelaan tanah adat, dokumentasi pelanggaran HAM, dan pelatihan mahasiswa sebagai “penjaga demokrasi ekologi.” Inisiatif seperti #SaguUntukDemokrasi bertujuan membangun jaringan jangka panjang untuk memantau dampak sosial dan lingkungan dari proyek pembangunan besar.

Para analis politik menilai dokumen ini menunjukkan kompleksitas hubungan antara filantropi internasional, masyarakat sipil, dan mobilisasi politik. Meskipun tidak ada bukti langsung bahwa pendanaan OSF memicu kerusuhan, keterlibatan lembaga asing menimbulkan diskusi tentang batas antara dukungan demokratis dan intervensi dalam politik domestik.

Dokumen bocor ini menyoroti bagaimana bantuan finansial asing dapat memengaruhi dinamika politik dalam negeri, terutama di momen kritis protes publik, sekaligus menekankan peran masyarakat sipil dalam memperkuat ruang demokrasi. (Redaksi)