Jaga Marwah Akademik, STHB Tolak Penghinaan Almamater
Gentra Jabar, KOTA CIMAHI – Solidaritas antar mahasiswa hukum dan aktivis kampus mencuat menanggapi ketegangan yang terjadi di lingkungan Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI). Menanggapi dinamika tersebut, Muhammad Zakky Noor R, selaku Presiden Mahasiswa Senat Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) periode 2023–2024, memberikan perhatian serius terhadap narasi perjuangan yang sedang diusung oleh rekan-rekan mahasiswa di Cimahi.
Berdasarkan laporan situasi di lapangan, Zakky menyoroti bahwa peristiwa ini bermula ketika Keluarga Mahasiswa Universitas Jenderal Achmad Yani (KM UNJANI) menggelar aksi protes di depan Gedung Auditorium UNJANI saat pelaksanaan Pelantikan Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia Kota Cimahi (DPD KNPI Kota Cimahi).
Zakky menyampaikan bahwa aksi ini bukan lahir dari hobi berteriak di jalan, melainkan akibat terusiknya marwah perguruan tinggi yang seharusnya menjadi ruang akademik, bukan ruang kompromi politik praktis. “Pelantikan DPD KNPI Kota Cimahi yang dilaksanakan di lingkungan kampus UNJANI dipandang sebagai bentuk pengabaian terhadap aturan internal universitas,” ungkap Zakky mengutip narasi perjuangan KM UNJANI.
Ia menambahkan bahwa KM UNJANI yang terdiri dari BEM KM UNJANI, MPM KM UNJANI, serta organisasi mahasiswa di lingkungan UNJANI menilai bahwa kegiatan tersebut bertentangan dengan ketentuan kampus yang secara tegas membatasi aktivitas organisasi yang bermuatan dan terafiliasi dengan politik praktis di dalam ruang lingkup universitas.
Sebelum situasi memanas, upaya komunikasi sebenarnya telah ditempuh. Presiden Mahasiswa BEM KM UNJANI, Muhamad Hafizd Rajib A., bersama Wakil Presiden BEM KM UNJANI, Muhamad Zidan, telah bertemu dan berdiskusi dengan Ketua DPD KNPI Kota Cimahi, Sultan Mojahed Abdul Jabar, guna menjelaskan posisi kampus dan mengingatkan batasan yang berlaku.
Namun, dialog yang semestinya berangkat dari sikap saling menghormati justru berujung pada pernyataan yang mencerminkan sebaliknya. Pernyataan Ketua DPD KNPI Kota Cimahi yang menyebut UNJANI sebagai singkatan dari “universitas jarang ada penghuni” dinilai bukan sekadar candaan yang gagal lucu. “Ucapan tersebut dinilai sebagai bentuk perendahan institusi pendidikan dan pelecehan terhadap almamater yang selama ini dijaga oleh sivitas akademika. Pernyataan tersebut menyebar luas dan memantik kemarahan mahasiswa bukan karena sensitif, tetapi karena harga diri kampus dipermainkan,” tegas Zakky.
Zakky menambahkan penekanan sikap kritis terhadap pola komunikasi tersebut.
“Ketika kritik yang disampaikan secara bermartabat justru dibalas dengan sikap arogansi dan pelecehan simbolik terhadap almamater, maka yang dipertontonkan bukanlah kedewasaan berorganisasi, melainkan kegagalan etika dalam membaca ruang akademik,” ujarnya.
Sebagai respons, Presiden Mahasiswa BEM KM UNJANI bersama Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) KM UNJANI dan elemen Keluarga Mahasiswa UNJANI menggelar aksi protes di depan Gedung Auditorium UNJANI, bahkan ketika pelantikan DPD KNPI Kota Cimahi masih berlangsung. Aksi ini merupakan bentuk perlawanan moral terhadap normalisasi sikap meremehkan kampus dan pengabaian aturan yang berlaku.
Melalui aksi tersebut, Presiden Mahasiswa BEM KM UNJANI mewakili KM UNJANI secara tegas menyampaikan dua tuntutan kepada DPD KNPI Kota Cimahi:
1. Menuntut KNPI Kota Cimahi untuk menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf secara terbuka dan resmi atas pernyataan verbal yang menyebut Universitas Jenderal Achmad Yani sebagai “universitas jarang ada penghuni”, yang telah menimbulkan persepsi negatif serta mencederai nama baik dan marwah Universitas Jenderal Achmad Yani.
2. Menuntut KNPI Kota Cimahi untuk menyatakan komitmen secara tertulis dalam menghormati, mematuhi, dan menjaga seluruh ketentuan, kebijakan, serta aturan yang berlaku di lingkungan Universitas Jenderal Achmad Yani, serta tidak mengulangi pernyataan maupun tindakan yang berpotensi merugikan institusi kampus di kemudian hari.
Zakky menegaskan dukungannya terhadap sikap KM UNJANI dan menutup dengan pernyataan bahwa kampus bukan panggung politik praktis dan mahasiswa bukan penonton pasif. Ketika marwah almamater direndahkan, mahasiswa akan berdiri di barisan terdepan menjaga ruang akademik dari kepentingan yang tidak semestinya. (Redaksi)
