Wali Kota Farhan Dorong Setiap RW di Bandung Miliki Petugas Pemilah Sampah

Gentra Jabar, KOTA BANDUNGWali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mendorong setiap Rukun Warga (RW) di Kota Bandung memiliki petugas pemilah sampah sebagai langkah konkret menghadapi kondisi darurat sampah yang saat ini tengah dihadapi Kota Bandung.

Langkah ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menindaklanjuti status darurat sampah yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. “Kota Bandung sedang dalam kondisi darurat sampah. Karena itu, setiap RW akan direkrut satu petugas pemilah yang diberi upah rutin, minimal dua bulan pertama,” ujar Farhan saat kegiatan Siskamling Siaga Bencana di Kelurahan Pasir Impun, Kamis (30/10/2025).

Menurut Farhan, pengelolaan sampah rumah tangga menjadi kunci utama penanganan persoalan ini, karena sekitar 60 persen timbulan sampah di Kota Bandung berasal dari aktivitas domestik. “Kalau dulu slogan kita ‘buanglah sampah pada tempatnya’, sekarang harus berubah jadi ‘selesaikan sampah di wilayahnya masing-masing’. Sampah rumah tangga adalah tanggung jawab bersama,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Farhan mencontohkan Kelurahan Pasir Impun sebagai wilayah yang aktif mengembangkan inovasi pengelolaan sampah mandiri.
Wilayah seluas 84,11 hektare dengan jumlah penduduk 15.835 jiwa ini memiliki berbagai inisiatif lingkungan, di antaranya Rumah Maggot dan Bank Sampah yang berlokasi di Jalan H. Umar Dalam RT 06 RW 05.

Selain itu, Pasir Impun juga memiliki kawasan edukasi Pesona PASIM (Pengelolaan Sampah Organik Nuanza Alam Pasir Impun) yang kerap dijadikan lokasi studi oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat dan alumni ITB.

Dari total 11 RW di Pasir Impun, enam RW telah ditetapkan sebagai Kawasan Bebas Sampah (KBS). Program ini menjadi fondasi penting dalam membangun budaya pemilahan dan pengolahan sampah di tingkat rumah tangga. “Pasir Impun bisa menjadi model pengelolaan sampah di tingkat wilayah. Warganya aktif memilah dan mengolah sampah organik, bahkan menjadikannya sarana edukasi lingkungan untuk anak-anak PAUD,” tutur Farhan.

Farhan menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor agar setiap program lingkungan di Bandung dapat saling terhubung dan berkelanjutan. Ia menyebut tiga program utama yang perlu diintegrasikan di tingkat kelurahan, yaitu Kang Pisman, Buruan Sae, dan Dapur DASHAT. “Sampah organik diolah di Kang Pisman, hasilnya dipakai untuk Buruan Sae, dan hasil panennya digunakan di Dapur DASHAT. Jadi ini siklus berkelanjutan dari lingkungan ke dapur keluarga,” jelasnya.

Keterpaduan konsep tersebut sudah diterapkan di beberapa RW Pasir Impun. Misalnya, RW 4 mengembangkan Buruan Sae Bumantara dengan pupuk organik hasil proses maggotisasi, sementara RW 11 mengelola Dapur DASHAT yang melayani 10 balita dan 5 ibu hamil penerima manfaat. “Upaya warga Pasir Impun membuktikan bahwa pengelolaan sampah bukan sekadar soal kebersihan, tapi bagian dari ketahanan lingkungan dan kemandirian ekonomi warga,” ucap Farhan.

Kegiatan Siskamling Siaga Bencana di Kelurahan Pasir Impun ini merupakan edisi ke-29. Farhan menilai kegiatan tersebut menjadi momentum untuk meneguhkan sinergi antara pemerintah kota, perangkat kewilayahan, dan masyarakat. “Isu keamanan dan kesiapsiagaan bencana kini harus dibarengi dengan ketahanan lingkungan. Kalau setiap RW punya petugas pemilah dan masyarakat mau mengolah sampah organik sendiri, maka Bandung bisa keluar dari darurat sampah dengan cara yang mandiri,” tutupnya.